Implementasi Permen ESDM 8/2025: Cara Pabrik Mengukur dan Menurunkan Intensitas Energi
Permen ESDM 8/2025 tentang Manajemen Energi menandai babak baru manajemen energi industri Indonesia. Bagi pabrik dan fasilitas industri, regulasi ini bukan sekadar kewajiban, tetapi peluang strategis untuk memangkas biaya energi, meningkatkan daya saing, dan mengurangi emisi.
Artikel ini membahas poin penting Permen ESDM 8/2025, cara praktis mengukur intensitas energi, serta langkah konkret untuk menurunkannya di level pabrik.
Sekilas Permen ESDM 8/2025: Apa yang Berubah untuk Industri?
Permen ESDM 8/2025 tentang Manajemen Energi dapat diakses di sini:
https://jdih.esdm.go.id/dokumen/download?id=2025pmesdm8.pdf
Secara garis besar, regulasi ini mewajibkan manajemen energi bagi:
-
Penyedia energi dengan pemanfaatan energi ≥ 6.000 TOE/tahun.
-
Pengguna energi sektor industri, transportasi, dan bangunan gedung di atas ambang batas tertentu (misalnya ≥ 4.000 TOE/tahun untuk industri).
Bagi pabrik, kewajiban utama meliputi:
-
Menunjuk Manajer Energi bersertifikat dan membentuk tim manajemen energi.
-
Menyusun kebijakan energi dan program efisiensi energi.
-
Melakukan audit energi berkala.
-
Menjalankan rekomendasi audit yang layak secara teknis dan ekonomis.
-
Memantau dan meningkatkan kinerja energi secara berkelanjutan.
Dengan kata lain, manajemen energi kini bukan inisiatif sukarela, tetapi bagian dari tata kelola operasi industri di Indonesia.
Mengapa Intensitas Energi Jadi KPI Utama Pabrik?
Secara sederhana, intensitas energi adalah jumlah energi yang digunakan untuk menghasilkan satu satuan output (misalnya kWh/ton produk). Semakin rendah intensitas energi, semakin efisien pabrik tersebut.
Penurunan intensitas energi memberikan beberapa manfaat strategis:
-
Biaya produksi turun: konsumsi listrik, gas, dan bahan bakar lebih terkendali.
-
Daya saing naik: margin lebih sehat, harga produk lebih kompetitif.
-
Risiko regulasi berkurang: patuh pada Permen ESDM 8/2025 dan kebijakan konservasi energi lainnya.
-
Citra keberlanjutan meningkat: penting untuk akses pasar ekspor dan pembiayaan hijau.
Berbagai studi internasional menunjukkan bahwa sistem manajemen energi yang terstruktur mampu menurunkan intensitas energi sekaligus emisi gas rumah kaca. Salah satu referensi dapat dilihat di:
https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0378778823010137
Langkah 1: Mengukur Intensitas Energi di Pabrik Anda
Sebelum menurunkan intensitas energi, pabrik harus tahu dulu titik awalnya. Praktiknya bisa dibagi menjadi beberapa langkah:
1. Tentukan boundary dan baseline
-
Tentukan area yang masuk cakupan: seluruh pabrik, lini produksi tertentu, atau fasilitas pendukung.
-
Kumpulkan data konsumsi energi historis (listrik, gas, solar, dll.) dan data produksi untuk 12–24 bulan terakhir.
-
Hitung baseline intensitas energi, misalnya:
-
kWh/ton produk jadi.
-
Sm³ gas per batch.
-
Liter solar per unit output.
-
2. Identifikasi Significant Energy Use (SEU)
Permen ESDM menekankan pentingnya fokus pada pemanfaatan energi signifikan. Di pabrik, ini sering mencakup:
-
Sistem boiler dan proses pemanas.
-
Motor-motor listrik besar dan drives.
-
Sistem compressed air.
-
Sistem Penanganan Material (MHE) seperti forklift, reach truck, dan conveyor.
-
Sistem HVAC untuk area produksi, warehouse berpendingin, atau ruang bersih.
Mapping SEU membantu tim fokus pada area yang memberikan dampak terbesar terhadap intensitas energi.
3. Bangun sistem pengukuran dan pelaporan
-
Pasang meter energi pada panel, lini produksi, atau peralatan utama.
-
Integrasikan pencatatan energi dengan data produksi (misalnya melalui SCADA atau sistem IoT sederhana).
-
Buat dashboard intensitas energi per lini, per shift, atau per produk.
Targetnya: manajemen energi industri Indonesia tidak lagi hanya mengandalkan tagihan listrik bulanan, tetapi data real-time yang bisa di-analisa.
Langkah 2: Menyusun Strategi Penurunan Intensitas Energi
Setelah baseline dan SEU jelas, tim dapat menyusun portofolio aksi efisiensi. Anda bisa mengelompokkan peluang menjadi empat kategori, selaras dengan semangat Permen ESDM 8/2025:
-
Tanpa biaya – hanya butuh perubahan perilaku dan tata kelola.
-
Biaya rendah – investasi kecil dengan payback < 2 tahun.
-
Biaya menengah – payback 2–4 tahun.
-
Biaya tinggi – proyek besar yang biasanya dikaitkan dengan modernisasi pabrik.
a. Quick wins: perbaikan operasional
Contoh:
-
Menyetel ulang jadwal operasi peralatan sesuai beban aktual.
-
Mengurangi kebocoran udara tekan.
-
Mengoptimalkan set point suhu HVAC dan chiller.
-
Menyusun SOP start–stop mesin yang efisien.
Sering kali, langkah ini sudah bisa menurunkan intensitas energi 5–10% tanpa investasi besar.
b. Optimasi peralatan dan mesin
Di tingkat teknis, ada banyak peluang efisiensi:
-
Mengganti motor lama dengan motor efisiensi tinggi dan variable speed drive pada sistem MHE.
-
Retrofitting sistem HVAC dengan chiller hemat energi, kontrol otomatis, dan zoning yang tepat.
-
Melakukan fabrikasi mesin kustom untuk meningkatkan efisiensi lini produksi, misalnya dengan integrasi otomatisasi, sistem feeding yang lebih presisi, atau pengurangan idle time.
Setiap upgrade harus disertai analisis teknis dan finansial (payback period, NPV) sehingga sejalan dengan strategi investasi perusahaan.
c. Desain fasilitas dan infrastruktur penunjang
Intensitas energi bukan hanya soal mesin, tetapi juga desain fasilitas:
-
Desain konstruksi sipil yang mendukung aliran material lebih pendek dan minim bottleneck akan mengurangi konsumsi energi per unit produk.
-
Penggunaan insulation termal yang baik pada bangunan dan pipa proses.
-
Penerapan sistem lantai epoxy flooring yang rata, bersih, dan tahan lama, sehingga pergerakan MHE lebih mulus dan konsumsi energi pergerakan turun.
Desain fisik yang tepat membuat efisiensi energi menjadi bagian alami dari operasi sehari-hari.
Langkah 3: Sistem Manajemen Energi dan SDM
Regulasi mewajibkan adanya Manajer Energi dan tim lintas fungsi. Ini penting karena inti manajemen energi industri Indonesia adalah proses berkelanjutan, bukan proyek sekali jalan.
Beberapa praktik baik yang bisa diterapkan:
-
Menetapkan kebijakan energi yang ditandatangani manajemen puncak.
-
Menetapkan KPI intensitas energi per lini dan per produk.
-
Mengintegrasikan manajemen energi dengan sistem mutu dan K3 (ISO 9001, ISO 14001, ISO 45001, bahkan menuju ISO 50001).
-
Memberi pelatihan berkala kepada operator, teknisi, dan supervisor tentang cara mengoperasikan peralatan secara efisien.
Dengan fondasi organisasi yang kuat, hasil penghematan energi akan lebih konsisten dan terjaga.
Roadmap Implementasi 12–18 Bulan
Agar sejalan dengan Permen ESDM 8/2025, pabrik dapat menyusun roadmap seperti berikut:
-
0–3 bulan:
-
Tinjau kepatuhan terhadap regulasi.
-
Tunjuk Manajer Energi dan bentuk tim.
-
Kumpulkan data energi dan produksi, tetapkan baseline.
-
-
3–6 bulan:
-
Lakukan audit energi awal.
-
Identifikasi SEU dan peluang penghematan.
-
Tetapkan KPI dan target intensitas energi.
-
-
6–12 bulan:
-
Implementasi quick wins tanpa biaya dan biaya rendah.
-
Mulai proyek retrofit kecil pada peralatan utama.
-
Bangun dashboard pemantauan kinerja energi.
-
-
12–18 bulan:
-
Implementasi proyek biaya menengah/tinggi yang sudah disetujui.
-
Lakukan pengukuran dan verifikasi (M&V) penghematan.
-
Review kebijakan energi dan update target.
-
Roadmap seperti ini menunjukkan keseriusan perusahaan sekaligus memudahkan pelaporan kepada pemangku kepentingan dan auditor.
Penutup: Dari Kepatuhan ke Keunggulan Kompetitif
Permen ESDM 8/2025 mendorong transformasi nyata dalam manajemen energi industri Indonesia. Pabrik yang bergerak cepat mengukur dan menurunkan intensitas energi tidak hanya akan patuh regulasi, tetapi juga menikmati biaya produksi yang lebih rendah, proses yang lebih andal, dan reputasi keberlanjutan yang lebih kuat.
Dengan kombinasi teknologi yang tepat, desain fasilitas yang mendukung, serta tim manajemen energi yang kompeten, perusahaan dapat menjadikan efisiensi energi sebagai sumber keunggulan kompetitif jangka panjang, bukan sekadar kewajiban administratif.